Production KPI menggunakan OEE (Overall Equipment Effectiveness)

Ada perusahaan yang berbisnis air mineral yang selalu kita
minum sehari-hari, yaa Aqua. Sebagai pelopor AMDK (Air Mineral Dalam Kemasan)
di Indonesia, AQUA telah menjadi merek generik di kalangan produk AMDK.
Apa yang membuat AQUA sukses? Selain dari inovasi sebagai pelopor,
yang kedua yakni mampu mempertahankan sebagai Market Leader dalam mengelola standard
pada manajemen operasi, yang disebut dengan Key Performance Indicator (KPI). Ya,
KPI sudah menjadi jargon umum saat ini. Apalagi jika mendekati akhir tahun,
pasti banyak yang sibuk dengan KPI-nya. Apakah sudah mencapai target atau
belum. Soalnya, KPI umumnya berhubungan dengan bonus. Yang jelas, KPI akan
membantu organisasi menilai kinerja bisnisnya apakah mencapai target yang
diinginkan atau tidak. Apa yang bisa diukur maka akan bisa disempurnakan. KPI
juga dikenal sebagai Performance Metric, Business Indicator, Measures atau Performance
Ratio.
Contoh KPI antara lain adalah : ROI dan EBITDA (keuangan),
Customer Satisfaction Index dan NPS (marketing), Defect dan Time Delivery (operasional),
Leadership Scorecard dan Jumlah training yang diiukuti (Hrd). Tentunya KPI
untuk level direktur berbeda dengan level manager, supervisor atau frontliner.
Production KPI
KPI menjadi bagian dari kombinasi yang akan dijadikan
sandaran oleh perusahaan untuk mengevaluasi manajemen operasi maupun karyawannya.
Pada bagian produksi, untuk melakukan aktivitas KPI atau
pengukuran kinerja bisa menggunakan OEE (Overall Equipment Effectiviteness).
Indikator ini bisa diandalkan oleh bagian produksi karena lebih mudah begitu
juga untuk operasioalnya bisa dilakukan.
Pengertian dari overall equipment effectiveness atau OEE
adalah suatu perhitungan yang dilakukan guna menentukan nilai efektivitas mesin
atau peralatan yang tersedia. OEE adalah salah satu metode yang tersedia di
dalam TPM atau Total Productive Maintenance. Sebagai aturan, maka OEE
bisa digunakan sebagai indikator performa mesin atau sistem.
Tujuan utama dari OEE adalah untuk bisa menilai kinerja produksi.
Anda bisa menggunakan metode ini agar bisa memeriksa ketersediaan pada mesin
ataupun sistem, efisiensi produksi, dan juga kualitas produksi mesin atau
sistem perusahaan.
OEE (%) = Availability Operation (%) x Performance Efficiency
(%) x Rate of Quality Product (%)
1.
Downtime loss yang mempengaruhi
Availability Operation,
2.
Speed loss yang mempengaruhi Performance Efficiency,
dan
3.
Quality loss yang mempengaruhi Rate of
Quality Product
Teknisnya dalam mengukur atau menghitung kinerja menggunakan
OEE pada bagian produksi yaitu dengan menghitung lama waktu untuk 1 shiftnya,
waktu istirahat, downtime, target produksinya, ideal run rate, hasil total
untuk 1 shift, dan jumlah scrat reject. Variable yang sebelumnya perlu dihitung
yaitu:
1.
Planned Production Time atau Effective Working
Hour, rumusnya yaitu lama waktu kerja setiap 1 shift – waktu istirahat
2.
Operating Time atau Nett Time, rumusnya yaitu
Planned Production Time – Downtime
3.
Good Product, rumusnya yaitu hasil total –
jumlah reject
Selanjutnya, hitung OEE faktor. OEE faktor ini terdiri dari
availability, performance, serta quality.
1.
Availability = (Operating Time : Planned Production
Time) x 100%
2.
Performance = ((Total Ouput Produksi x Cycle
Time Standard) : Operating Time) x 100%
3.
Quality = (Good Product : Hasil Total Produksi)
x 100%
Contoh:
Waktu operasional = 8 jam (480 menit)
Waktu setup = 10 menit
Breakdown = 0 menit
Availability = (480 – 10 – 0) / 480 = 98%
Waktu running = 470 menit
Cycle time = 17 detik per unit
Jumlah produk diproses = 1400 unit
Performance Efficiency = (17 detik x 1400 unit) / 470
menit = (23800 detik) / (28200 detik) = 84%
Jumlah cacat = 168 unit
Quality rate = (1400 – 168) / 1400 = 1232 / 1400 = 88%
OEE (Overall Equipment Effectiveness) = 98% x 84% x 88% =
72%
Bagaimana kita menganalisis skor-skor di atas?
Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan
standar benchmark yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia.
Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya
memproduksi produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak
ada downtime.
Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak
perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka
panjang.
Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan
ada ruang yang besar untuk improvement.
Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah,
tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran
langsung (misalnya dengan menelusuri alasan-alasan downtime dan menangani
sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu).
Comments :